Minggu, 29 Juli 2007

Memahami Arti Hidup

Di saat manusia mulai beranjak dewasa, saat akalnya mulai sempurna bekerja, di saat itulah ia mulai berfikir tentang “keberadaan” dirinya di dunia. Beberapa pertanyaan pokok dan mendasar sifatnya, muncul berkaitan dengan “adanya” dia di dunia ini. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan inilah yang kemudian dijadikan sebagai pijakan dalam menjalani kehidupannya di dunia, terlepas apakah jawabannya itu benar atau salah.

Setidaknya ada tiga pertanyaan mendasar yang harus dijawab manusia. Pertanyaan tersebut adalah: dari manakah manusia, alam dan kehidupan ini berasal; untuk apa semuanya itu diciptakan; dan akan kemana nantinya setelah kehidupan ini berakhir. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang kemudian disebut Uqdatul Kubro (masalah/simpul yang sangat besar).

Allah SWT berfirman: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” (TQS. Adz Dzaariyaat : 56)

Dari ayat ini, jelaslah bahwa posisi manusia adalah sebagai seorang hamba Allah, yang tidak lain diciptakan oleh Allah hanya untuk menyembah-Nya. Seorang muslim akan senantiasa menyelesaikan suatu permasalahan dengan sudut pandang Islam.

Islam sebagai dien yang sempurna, telah memecahkan Uqdatul Kubro pada diri manusia melalui proses berfikir yang jernih, menyeluruh, benar, sesuai dengan akal, menentramkan jiwa dan sesuai dengan fitrah manusia.

Islam menjawab bahwa dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan ada Al Khaliq (sang Pencipta), yang mengadakan semua itu dari tidak ada menjadi ada. Al Khaliq itu sendiri bersifat wajibul wujud (pasti adanya), bukan makhluk karena sifatnya sebagai pencipta memastikan dirinya bukan makhluk. Adapun bukti bahwa segala sesuatu itu mengharuskan adanya pencipta adalah sebagai berikut. Bahwasanya segala hal yang dapat dijangkau manusia dengan akalnya adalah alam semesta, manusia dan kehidupan. Ketiga unsur tersebut semuanya bersifat terbatas, lemah serba kurang dan saling membutuhkan kepada yang lain. Manusia misalnya, disaat sakit tidak bisa berbuat apa-apa dan kehidupan manusia pun suatu saat akan berakhir. Begitu juga dengan alam semesta, yang semakin lama menunjukkan tanda-tanda kepunahan, misalnya gunung yang meletus dan lain sebagainya. Dari sini jelaslah bahwa segala sesuatu yang terbatas pastilah membutuhkan sesuatu yang tidak terbatas, yang bersifat Maha Segalanya. Dengan kata lain Dia kekal abadi. Sesuatu itu tidak lain adalah “Al Khaliq” yang menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan. Dialah Allah SWT. Allah SWT berfimran: “Katakanlah:“Dialah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (TQS. AL Ikhlas: 1-2)

Dengan demikian iman kepada Allah SWT, sesungguhnya dapat dibuktikan berdasarkan akal dan dalam jangkauan akal manusia. Akan tetapi untuk memahami Dzat Allah SWT, itu adalah sesuatu yang sangat mustahil karena berada di luar jangkauan akal manusia. Keterbatasan ini, seharusnya menjadi penguat keimanan seorang hamba kepada-Nya.

Keimanan kepada Allah SWT mengharuskan kita mengimani Rasulullah Muhammad SAW sebagai utusan-Nya, mengimani Al Qur’an sebagai pedoman hidup di dunia, serta mengimani apa yang dikabarkan dalamnya seperti keimanan kepada hari kiamat, malaikat para Rasul dan mengimani qadha qadar baik dan buruknya dari Allah semata.

Oleh karena itu, kita wajib beriman kepada kehidupan sebelum dunia, yaitu adanya Allah SWT dan proses penciptaan oleh-Nya, serta beriman kepada kehidupan setelah dunia yaitu hari akhirat. Perintah-perintah Allah itu merupakan tali penghubung antara kehidupan dunia dengan kehidupan sebelum dunia yaitu hubungan penciptaan sekaligus menjadi tali penghubung kehidupan dunia dengan kehidupan sesudah dunia. Dan manusia terikat oleh tali penghubung ini. Karenanya, manusia wajib berjalan dalam kehidupan ini sesuai dengan peraturan Allah dan wajib beritiqad bahwa ia diciptakan olah Allah dan akan dihisab di hari kiamat atas segala perbuatan di dunia. Inilah yang dimaksud dengan Aqidah Islam.

Berdasarkan aqidah Islam inilah, seharusnya seorang muslim melangkah dalam kehidupan. Jadi seorang muslim akan menjawab Uqdatul Kubro dengan jawaban: “dibalik alam semesta, manusia dan kehidupan ini ada Sang Pencipta (Allah SWT), yang menjadikannya ada di dunia, yang diberi tugas semata-mata hanya untuk beribadah kepadaNya dan ia yakin bahwa kelak ada kehidupan lain setelah kehidupan ini untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia”. Wallahua’lam bishshawab [] salwa/bkim




Dibalik Kilauan Cinta

CINTA, lima huruf yang sampai detik ini orang terus berusaha mencari artinya. Tidak ada yang benar sempurna dalam menerjemahkan arti cinta, juga tidak ada yang tidak bisa menemukan arti dari cinta, karena kita selalu hidup dalam hamparan cinta, kita senantiasa hidup diantara cinta....

Diakui atau tidak, cinta memang memendam kekuatan yang luar biasa dahsyatnya. Saat seseorang telah tertanam dalam dadanya cinta yang menggebu, maka akan tertanam juga dalam jiwanya sebuah kekuatan yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Kekuatan cinta telah membawa kehidupan yang penat ini menjadi begitu indah. Dengan kekuatan cinta pula kesengsaraan dan kesulitan terasa menjadi ringan bahkan kerap menjadi bagian dari perjalanan hidup ini yang mesti dilalui. Cinta membuat semuanya menjadi indah. Kala cinta telah bersemi, maka ia laksana air yang terus mengalir menyusuri hamparan bumi, laksana udara yang senantiasa mengisi ruang-ruang sunyi. Cinta ibarat titik-titik cahaya yang memberikan sinarnya kepada setiap insan yang berada dalam hamparan cinta saat mengarungi kehidupan ini. Cahayanya seterang mentari pagi, yang berjalan melewati ufuk. Seluas samudera, yang terhampar dengan kemilaunya. Setinggi angkasa, yang terpancang dalam kegagahannya. Itulah cinta. Dibanyak waktu dan kesempatan orang berlomba untuk menarik hatinya dalam pautan cinta. Seseorang yang telah dipenuhi hatinya dengan cinta akan belajar bagaimana caranya memberi dan menerima. Dia juga akan mencoba untuk menyelami arti dari sebuah pengorbanan dan kesabaran, memahami untuk bisa mempertahankan dan melepaskan. Karena cinta pula seseorang rela terjaga dalam kesendirian hanya semata untuk mencurahkan rasa rindu yang membuncah kepada kekasihnya. Pengorbanan dan kesulitan yang dihadapi tak jarang justru menjadi pelecut cinta itu sendiri. Ya, dengan cintalah seseorang akan merelakan hidupnya dipenuhi dengan kesengsaran dan kesulitan. Namun, cinta yang begitu dahsyat kekuatannya tidak akan bermakna apa-apa kala ia tidak dibingkai dengan cahaya Islam. Cinta yang dengan kekuatannya akan membuat hidup terasa indah pun tidak akan membuahkan kebahagiaan bila tidak diberikan sepenuhnya kepada Dzat yang telah menghembuskan rasa cinta itu sendiri. Singkatnya cinta hakiki yang akan melahirkan kebahagiaan hanyalah cinta yang kita berikan kepada Yang Maha Mencinta, kepada Dzat Yang Sempurna KecintaanNya. Dialah Allah, penguasa semesta alam, Rabb Yang Maha Gagah lagi Maha Bijaksana. Bukti dari kecintaan kita kepada Allah SWT adalah sikap pasrah kita akan keputusan dan aturan Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Katakanlah, jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutlah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (TQS Ali Imran [3]:31) Salah satu sikap dari seorang yang telah diliputi hatinya dengan kecintaan kepada Allah SWT adalah ia senantiasa mengharapkan sesuatu yang ada dalam sosok yang dicintainya. Dia juga akan merasakan ketakutan yang mendalam saat dia tidak lagi dilirik oleh yang dia cintai. Maka saat malam menjelang, kala sunyi menyelimuti, dia akan tetap terjaga dalam sepi, menyendiri untuk bersimpuh dan bercumbu dengan Dzat Yang Maha Lembut untuk meraih cinta suciNya. Rengkuhan ruku dan sujudnya akan begitu syahdu seiring dengan derai air mata yang membesahi untuk mengiba belas kasihNya. Wahai para pecinta, berbahagialah saat sejuta bahkan lebih cahaya cinta telah membingkai hati. Saat jiwa mulai merasakan sebuah ketenangan hakiki di bawah curahan hidayah dari Dzat Yang Maha Indah. Berbahagialah karena Allah SWT telah mengundang para pecinta dengan firmanNya: “Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridloiNya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surgaKu.” (TQS Al Fajr [89]: 27-30). [] nn/bkimipb




Minggu, 08 Juli 2007

Ukhti...Jagalah Suaramu...!!!

Anugerah kecantikan yang Allah berikan kepada wanita dari berbagai sisinya dapat menimbulkan dampak kebaikan dan keburukan baik untuk dirinya sendiri atau lawan jenisnya.
Bak mutiara indah yang senantiasa menebarkan kilauannya. Namun kilauan itu juga dapat menjadi ladang kemaksiatan jika tidak dijaga oleh pemiliknya seperti dicuri atau dirampas. Begitu pula keindahan dari seorang wanita akan mengundang keburukan jika tidak dijaga dengan baik. Keburukan yang akan timbul antara lain munculnya fitnah dari dalam dirinya. Sebagaimana telah disabdakan oleh Rosululloh ShollAllahu ’Alaihi Wa salam, bahwa Wanita adalah salah satu perhiasan dunia yang bisa menjadi FITNAH.

”Tidaklah ada fitnah sepeninggalanku yang lebih besar bahayanya bagi laki-laki selain fitnah wanita. Dan sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah disebabkan oleh wanita.” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim no 2740 [97])

”Hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama kali yang menimpa bani isroil disebabkan oleh wanita.” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim no 2742 [99])

Segala keindahan yang terdapat dalam diri seorang wanita harus dijaga, bahkan hal yang dianggap remeh pun seperti “suara”. Tanpa pernah kita sadari, suara juga bisa mendatangkan fitnah, meskipun suara itu keluar bukan dimaksudkan secara khusus untuk melagukannya atau untuk menarik perhatian. Untuk itu Allah telah melarang kaum Hawa untuk berlemah lembut dalam berbicara dengan laki-laki agar tidak timbul keinginan orang yang didalam hatinya terdapat penyakit seperti firman-Nya:

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara dengan mendayu-dayu sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Al Ahzab: 32)

Ayat ini turun untuk memperingatkan kita agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan suara kita. Allah juga melarang wanita untuk tidak berkata dengan lemah lembut dengan laki-laki yang bukan mahromnya, Peringatan itu pun semula Allah turunkan untuk Laki-laki di zaman Nabi yang kita tahu bahwa keimanan mereka lebih kuat dan akhlaknya lebih bagus daripada laki-laki di zaman sekarang.

Maka dari itu berbicaralah seperlunya saja dengan laki-laki yang bukan mahrom. Jika memang ada keperluan yang sangat darurat maka berbicara dibalik tabir itu lebih baik, seperti perintah Allah kepada kaum mukmin tatkala meminta sesuatu dengan wanita yang bukan mahrom dari balik tabir, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

”Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka (isteri-isteri nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Al Ahzab: 53)

Jagalah suara kita agar tidak menjadi fitnah yang besar bagi kaum Adam. Semoga Allah mengampuni kita semua wahai saudariku dengan keindahan-keindahan yang mengandung fitnah ini. Janganlah kita berbangga hati dengan keindahan yang kita punyai karena sesungguhnya di balik keindahan tersebut terdapat ujian bagi kita. WAllahu A’lam Bisshowab




Muslimah yang Ikhlas

Ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amal seorang muslimah, di samping dia harus mencontoh gerak dan ucapan Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam dalam ibadahnya.
“Dan mereka tidaklah disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan dien (agama) kepadaNya, dengan mentauhidknnya.“ (Al Bayyinah 5)
Ikhlas adalah meniatkan ibadah seorang muslimah hanya untuk mengharap keridhoan dan wajah Allah semata dan tidak menjadikan sekutu bagi Allah dalam ibadah tersebut.
Ibadah yang dilakukan untuk selain Allah atau menjadikan sekutu bagi Allah sebagai tujuan ibadah ketika sedang beribadah kepada Allah adalah syirik dan ibadah yang dilakukan dengan niat yang demikian tidak akan diterima oleh Allah.

Ikhlas hanya akan datang dari seorang muslimah yang mencintai Allah dan menjadikan Allah sebagi satu-satunya sandaran dan harapan. Namun kebanyakan wanita pada zaman sekarang mudah tergoda dengan gemerlap dunia dan mengikuti keinginan nafsunya. Padahal nafsu akan mendorong seorang muslimah untuk lalai berbuat ketaatan dan tenggelam dalam kemaksiatan, yang akhirnya akan menjerumuskan dia pada palung kehancuran di dunia dan jurang neraka kelak di akhirat.

Oleh karena itu, hampir tidak ada ibadah yang dilakukan seorang muslimah bisa benar-benar bersih dari harapan-harapan dunia. Namun ini bukanlah alasan untuk tidak memperhatikan keikhlasan. Ingatlah bahwa Allah sentiasa menyayangi hambaNya, selalu memberikan rahmat kepada hambaNya dan senang jika hambaNya kembali padaNya. Allah senatiasa menolong seorang muslimah yang berusaha mencari keridhoan dan wajahNya.

Tetaplah berusaha dan berlatih untuk menjadi orang yang ikhlas. Salah satu cara untuk ikhlas adalah menghilangkan ketamakan terhadap dunia dan berusaha agar hati selalu terfokus kepada janji Allah, bahwa Allah akan memberikan balasan berupa kenikmatan abadi di surga dan menjauhkan kita dari neraka. Selain itu, berusaha menyembunyikan amalan kebaikan dan ibadah agar tidak menarik perhatianmu untuk dilihat dan didengar orang, sehingga mereka memujimu. Belajarlah dari generasi terdahulu yang berusaha ikhlas agar mendapatkan ridho Allah.

Janganlah engkau menjadi orang-orang yang meremehkan keikhlasan dan lalai darinya. Kelak pada hari kiamat orang-orang yang lalai akan mendapati kebaikan-kebaikan mereka telah berubah menjadi keburukan. Ibadah mereka tidak diterima Allah, sedang mereka juga mendapat balasan berupa api neraka dosa syirik mereka kepada Allah.

Allah berfirman,
“Dan (pada hari kiamat) jelaslah bagi azab mereka dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka keburukan dari apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (Az Zumar 47-48)

“Katakanlah, Maukah kami kabarkan tentang orang yang paling merugi amalan mereka? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia usaha mereka di dunia, sedang mereka menyangka telah mengerjakan sebaik-baiknya.” (Al Kahfi 103-104)

Bersabarlah dalam belajar ikhlas. Palingkan wajahmu dari pujian manusia dan gemerlap dunia. Sesungguhnya dunia ini fana dan akan hancur, maka sia-sia ibadah yang engkau lakukan untuk dunia. Sedangkan akhirat adalah kekal, kenikmatannya juga siksanya. Bersabarlah di dunia yang hanya sebentar, karena engkau tidak akan mampu bersabar dengan siksa api neraka walau hanya sebentar.





Jumat, 06 Juli 2007

Bagaimana menjadi Muslimah yang Cantik

Menjadi cantik adalah dambaan setiap wanita.Tapi kecantikan yang abadi bukanlah kecantikan fisik, karena kecantikan fisik tidak akan bertahan lama. Tapi kecantikan yang lahir dari dalam hati akan abadi walau tubuh telah peot atau tak lagi indah.Kunci menjadi muslimah yang cantik ::

1. Cerdas

Muslimah harus cerdas.Cerdas di sini adalah muslimah yang mandiri dan bisa menjadi solusi, dan sangat meminimalisir ketergantungan pada orang lain, juga tanggap akan situasi.
Bagaimana menjadi cerdas pastinya dengan ilmu, yang utama adalah ilmu agama dan juga ilmu dunia. Ilmu agama membawa guidance tentang arah kemandirian dan solusi dalam nilai syari'ah, sedangkan ilmu dunia adalah cara untuk meraih tujuan tersebut dengan mengikuti guidance di atas.
Muslimah juga harus mempunyai wawasan luas biar ga kuper, bukan berarti harus menjadi "muslimah gaul" loh, tapi membuka cakrawala fikir kita akan perkembangan dunia sekitar kita, sehingga bisa lebih waspada akan hal-hal yang mungkin membahayakan diri dan aqidah kita.

2. Amanah
Kunci kedua adalah amanah atau bisa dipercaya, bagaimana supaya bisa dipercaya? Kuncinya tentu saja jujur, karena kejujuran adalah gerbang utama membagun kredibilitasmu. Orang yang ketahuan berbohong akan sulit bagi orang lain untuk mempercayainya, tapi orang yang mempunyai nilai kejujuran yang tinggi akan mudah membangun kredibilitas di mata orang lain. Dalam kapasitas sebagai ibu rumah tangga, sifat amanah ini sangat utama, untuk membangun keluarga yang diidamkan.

3. Tegas
Tegas bukan berarti galak, tapi ketegasan karena mempertahankan prinsip. Seorang muslimah mungkin emang lebih pas dengan sikap yang lemah lembut, namun ada kalanya ketegasan sangat diperlukan dalam menyelesaikan berbagai persoalan, terutama menyangkut aqidah. Seperti Rasullulllah SAW yang tidak pernah marah ketika orang menghina dirinya, tapi akan sangat marah ketika orang menghina agama kita.
Kita boleh bergaul dengan temen dari berbagai agama, suku atau ras, tapi ini dalam kontek muamalah. Dalam hal aqidah kita harus bersikap tegas, jangan sampai hubungan kita membuat aqidah menjadi lemah, atau mengikut aqidah orang (na'udzubillah).
Sering mungkin kita harus bergaul dengan teman walau satu agama namun lain pemikiran, misalnya kita punya temen yang gaul abiz, yang masih sering dugem, dan sebagainya. Katakan dengan tegas menolak ketika dia mengajak kita ke hal-hal yang merusak aqidah kita. Dan orientasikan hubungan itu untuk berdakwah, memberikan sedikit demi sedikit pemahaman yang kita miliki. Jangan sampai kita yang mengikut mereka, kalau kita tidak bisa membawa mereka ke yang lebih baik. Terakhir.. jangan sampai kita yang kebawa mereka.

4. Impressive
Impressive atau mengesankan.Tidak harus dandan menor atau berpakaian mewah untuk memberikan kesan pada orang yang kita jumpai, karena kesan secara fisik akan mudah terhapus oleh waktu. Namun kesan yang ditorehkan karena pribadi kita, maka insya Allah akan selalu diingat.
Seorang ustadz berkata, bahwa untuk membangun Islam salah satu syaratnya adalah membangun citra, artinya bahwa menjadi pribadi muslimah yang mengesankan karena kebaikan akan membangun citra Islam yang baik. Dan dari sinilah kita akan tunjukkan pada dunia bahwa seperti inilah Islam itu.

5. Kuat Iman
Kuat iman ini menjadi dasar utama dan terakhir. Fondasi utama artinya hanya iman yang akan membawa kita ke jalan yang benar, dan iman pula yang akan mengembalikan kita ketika kita keluar dari guide line yang benar. Kita ga akan lepas dari khilaf. Tapi bagaimana kita menyikapi khilaf? Di situlah peran keimanan kita.
Dengan iman yang kuat, maka insya Allah akan terarah ke mana visi dan misi hidup kita ini akan dibawa.


Untukmu Wahai Wanita Muslimah

Seorang wanita muslimah yang beriman akan mencapai kedudukan yang tinggi dan mulia jika memperhatikan aqidahnya yang muncul dari kedalaman hatinya, cinta dan loyalitas kepada Allah Rabbnya, serta berharap dan takut kepada Allah. Inilah aqidah yang mendorongnya untuk berlomba-lomba di dalam ketaatan kepada Allah Rabbnya yang menguasai langit dan bumi dan berlomba-lomba untuk tunduk kepada Allah.
Ketaatan dan ketundukan ini muncul dari ilmu yang kokoh terhadap Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Seorang wanita muslimah yang beriman mengetahui dengan yakin bahwasannya ia diciptakan oleh Allah dan akan kembali kepadaNya. Dan Allah telah memilih seorang wanita agar menjadi ibu para umat manusia.
Seorang wanita adalah ibu para manusia yang mereka merasa tenang kepadanya, mereka merasa gembira di dunia dan akhirat lantaran suri tauladan seorang wanita yang shalihah dan pendidikannya yang tinggi dan mulia, kepemimpinannya yang lembut dan bijaksana, serta dengan pengajarannya yang bersandar kepada kitab Al-Qur'an dan sunnah RasulNya.
Seorang wanita adalah ibu bagi masyarakat yang bijaksana di rumah suaminya, Rasulullah SAW bersabda, "Seorang wanita adalah seorang pemimpin di rumah suaminya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya."
Sebagian penyair mengatakan, Seorang ibu adalah sekolahan / Jika anda menyiapkannya / Berarti anda menyiapkan generasi yang baik / Seorang ibu adalah taman / Jika seseorang memeliharanya, ia akan tumbuh dengan baik / Seorang ibu adalah guru pertama...
Dan tidaklah para ulama yang terkemuka dan para penceramah yang mahir serta fasih melainkan dilahirkan dari perempuan-perempuan yang baik. Maka hendaknya seorang wanita yang shalihah menjadi anak perempuan yang beradab, isteri yang taat, dan seorang ibu yang bertakwa. Hingga masyarakat Islami tumbuh berdiri di atas kesucian, kehormatan, ketakwaan, dan keimanan seorang wanita.

sumber >> KotaSantri.com


Kecemburuan Istri Rasulullah

Cemburu merupakan tanda adanya cinta, mustahil orang yang mengakui mencintai kekasihnya (suaminya/istrinya) tidak memiliki rasa cemburu. Cemburu merupakan tanda kesempurnaan cinta, akan tetapi cemburu bisa tercela apabila terlalu berlebihan dan melampui batas. Aisyah RA adalah seorang wanita pencemburu. Hal ini terjadi karena begitu besar rasa cintanya kepada kekasihnya, yaitu Rasulullah SAW.

Dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW keluar dari rumahnya pada suatu malam. Aisyah menuturkan : Maka aku pun menjadi cemburu kepada beliau sekiranya beliau mendatangi istri yang lain. Kemudian beliau kembali lagi dan melihat apa yang terjadi pada diriku. "Apakah engkau sedang cemburu?" tanya beliau. "Apakah orang semacam aku ini tidak layak cemburu terhadap orang seperti engkau?" tanyaku. "Rupanya syetan telah datang kepadamu," sabda beliau. "Apakah ada syetan besertaku?" tanyaku. "Tak seorang pun melainkan bersamanya ada syetan." jawab beliau. "Besertamu pula?" tanyaku. "Ya, hanya saja Allah menolongku untuk mengalahkannya sehingga aku selamat," jawab beliau. (HR. Muslim dan Nasa'i).

Dari Aisyah, dia berkata : Aku tidak pernah melihat orang yang pandai masak seperti halnya Shafiyah. Suatu hari dia membuatkan makanan bagi Rasulullah SAW yang ketika itu beliau di rumahku. Seketika itu badanku gemetar karena rasa cemburu yang menggelegak. Lalu aku memecahkan bejana Shafiyah. Aku pun menjadi menyesal sendiri. Aku berkata, "Wahai Rasulullah, apa tebusan atas yang aku lakukan ini?" Beliau menjawab, "Bejana harus diganti dengan bejana yang sama, makanan harus diganti dengan makanan yang sama." (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i).

Sedangkan dalam riwayat lain dari Anas bin Malik RA, dia menceritakan : Nabi SAW pernah berada di sisi salah seorang istrinya. Kemudian seorang dari ummul mukminin mengirimkan satu mangkuk makanan. Lalu istri Nabi yang berada di rumahnya memukul tangan Rasulullah sehingga mangkuk itu jatuh dan pecah. Maka Nabi pun mengambil dan mengumpulkan makanan di dalamnya. Beliau berkata, "Ibumu cemburu, makanlah." Maka mereka pun segera memakannya. Sehingga beliau memberikan mangkuk yang masih utuh dari istri di mana beliau berada, dan meninggalkan mangkuk yang telah pecah tersebut di rumah istri yang memecahkannya. (HR. Bukhari, Ahmad, Nasa'i, dan Ibnu Majah).

Hadits senada di atas dengan beberapa tambahan, yaitu di dalam Ash-Shahih, dari hadits Humaid dari Anas RA, dia berkata : Ada di antara istri Nabi SAW yang menghadiahkan semangkuk roti dicampur kuah kepada beliau, selagi beliau berada di rumah istri beliau yang lain (Aisyah). Aisyah menepis tangan pembantu yang membawa mangkuk, sehingga mangkuk itu pun jatuh dan pecah. Nabi SAW langsung memunguti roti itu dan meletakkan kembali di atas mangkuk, seraya berkata, "Makanlah. Ibu kalian sedang cemburu." Setelah itu beliau menunggu mangkuk pengganti dan memberikan mangkuk yang pecah itu kepada Aisyah. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, dan Nasa'i).

Begitu pula kecemburuan Aisyah terhadap Shafiyah. Tatkala Rasulullah tiba di Madinah bersama Shafiyah yang telah dinikahinya, dan beliau berbulan madu bersamanya di tengah jalan, maka Aisyah berkata : Aku menyamar lalu keluar untuk melihat. Namun beliau mengenaliku. Beliau hendak menghampiriku, namun aku berbalik dan mempercepat langkah kaki. Namun beliau dapat menyusul lalu merengkuhku, seraya bertanya, "Bagaimana pendapatmu tentang dia?" Aku menjawab, "Dia adalah wanita Yahudi di tengah para wanita yang menjadi tawanan." (HR. Ibnu Majah).

Aisyah RA pernah berkata : Aku tidak pernah cemburu terhadap wanita seperti kecemburuanku terhadap Khadijah, karena Nabi SAW seringkali menyebut namanya. Suatu hari beliau juga menyebut namanya, lalu aku berkata, "Apa yang engkau lakukan terhadap wanita tua yang merah kedua sudut mulutnya? Padahal Allah telah memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadamu." Beliau bersabda, "Demi Allah, Allah tidak memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadaku." (Diriwayatkan Bukhari).

Aduhai, kecemburuan yang sangat mendalam hanya karena kekasihnya menyebut wanita lain padahal wanita yang disebutnya telah kembali kepada Zat Yang Mulia tetap membuatnya cemburu. Akan tetapi bisa engkau lihat, ya ukhti, betapa mulianya akhlak Rasulullah terhadap istrinya yang cemburu. Tidaklah beliau mengeluarkan perkataan yang kasar melainkan kata-kata yang haq. Semoga para suami kita bisa meneladani sikap dan akhlak beliau, Nabi SAW. Karena hanya beliaulah sebaik-baik sosok teladan yang patut untuk ditiru dan dicontoh oleh semua umatnya. Sebagaimana dalam firmanNya, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab : 21).